Sekilas tentang saham
“Saham” bukanlah sesuatu yang baru dikenal oleh masyarakat modern. Gagasan tentang saham setidaknya sudah dikenal oleh masyarakat Eropa sejak awal abad ke-17, yaitu pada struktur permodalan perusahaan multinasional pertama di dunia: Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Ya, sebuah perusahaan dari Belanda yang telah menjajah negara Indonesia selama 350 tahun lamanya. Konsep tentang saham bertahan hingga sekarang di berbagai negara terutama di negara-negara yang menganut sistem ekonomi kapitalis.
Sepertinya, Pemerintah Belanda juga lah yang memperkenalkan konsep saham di Indonesia (sebelum merdeka, dahulu Indonesia bernama Hindia Belanda), yaitu melalui Wetboek van Koophandel (WvK) yang diberlakukan mulai tanggal 1 Mei 1848. Dimasa kini, WvK dikenal sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan masih berlaku hingga sekarang. Sehingga, sudah semestinya kalangan pebisnis di Indonesia mengenal dan paham tentang konsep saham. Namun tidak demikian dengan masyarakat Indonesia pada umumnya. Menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia khususnya di pasar modal hanyalah sebesar 5%. Artinya, 95% dari 272 juta jiwa penduduk Indoneia belum memiliki pemahaman yang bagus tentang keuangan pada pasar modal. Padahal, saham adalah salah satu istilah atau konsep yang dikenal pada pasar modal. Sehingga secara kasar, hampir bisa benar dikatakan bahwa baru 5% dari penduduk Indonesia atau sejumlah 13,6 juta penduduk jiwa yang benar-benar paham tentang konsep saham.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata saham memiliki arti: bagian; andil; sero (tentang permodalan): — nya tertanam dalam berbagai perusahaan. Sementara itu, di dalam KUHD Bagian Ketiga tentang Perseroan Terbatas pasal 40 ditentukan bahwa “Modal perseroan harus dibagi dalam beberapa sero atau saham, baik atas nama, maupun dalam blanko. Para persero atau pemegang saham atau andil tersebut tidak bertanggungjawab untuk lebih dari pada jumlah penuh andil itu”. Jelas dalam KUHD tidak disebutkan definisi dari saham. Demikian juga pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga tidak disebutkan definisi dari saham.
Lalu sebenarnya definisi saham itu apa?
Sejatinya saham adalah kepemilikan modal seseroang atau suatu pihak pada suatu perusahaan. Kepemilikan tersebut bisa direpresentasikan dalam bentuk nominal uang atau persentase. Misalnya, saya mendirikan sebuah perusahaan penerbitan (imajiner) dengan nama PT. Titipan Percetakan Indonesia (PT. Tiperin) dengan modal dasar sebesar Rp 10 Miliar. Modal tersebut saya dapatkan dari patungan dengan keempat teman saya yang lain dengan masing-masing penyertaan modal sebesar Rp 2 Miliar. Maka bisa dikatakan masing-masing orang memiliki saham sebesar 20%.
Hubungan antara saham dengan pasar modal
Anggaplah seiring dengan berjalannya waktu, PT. Tiperin usahanya semakin berkembang dan membutuhkan tambahan modal untuk pengembangan usaha. Jika tambahan modal hanya sebesar Rp 10 Miliar, uang dari kantong pribadi kelima pemilik saham yang sudah ada atau pinjaman dari bank barangkali adalah pilihan yang tepat. Akan tetapi jika tambahan modal yang diperlukan oleh perusahaan jumlahnya begitu besar misalnya mencapai Rp 500 Miliar, tentu saja kedua alternatif tersebut bukan merupakan pilihan yang tepat.
Lalu adakah alternatif solusi yang lain? Ada, yaitu melalui pasar modal. Pasar modal merupakan sebuah ‘tempat’ yang ‘menjual’ modal sebagai komoditasnya baik dalam bentuk saham atau pun obligasi. Di mana yang berlaku sebagai penjual adalah perusahaan (dalam pasar primer) dan yang berlaku sebagai pembeli adalah para investor. Pasar modal di Indonesia diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan peraturaan-peraturannya dibuat oleh Self Regulatory Organizations (SRO), yaitu PT. Bursa Efek Indonesia (BEI), PT. Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) dan PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
Pada BEI-lah / Indonesia Stock Exchange (IDX), PT. Tiperin bisa memperoleh tambahan modal sebesar Rp 500 Miliar. Melalui mekanisme dan prosedur tertentu, PT. Tiperin bisa menggandeng sebuah perusahaan sekuritas untuk melakukan Initial Public Offering (IPO), yaitu sebuah proses penawaran perdana penjualan saham kepada para investor di pasar modal. PT. Tiperin dan perusahaan sekuritas yang ditunjuk akan bersama-sama membuat sebuah ‘promosi’ yang berisi tentang profil perusahaan, laporan keuangan perusahaan, kondisi bisnis perusahaan saat ini dan rencana perusahaan kedepan yang dirangkum dalam sebuah dokumen bernama prospektus. Perusahaan sekuritas harus membuat prospektus yang logis dan semenarik mungkin agar para investor bisa tertarik dan membeli ‘saham’ milik PT Tiperin ketika proses IPO dilangsungkan.
Setelah proses IPO berhasil
Akhirnya PT. Tiperin berhasil memperoleh dana segar sebesar Rp 500 Miliar dari hasil IPO atas 500 juta lembar saham dengan nominal sebesar Rp 1.000,- per lembar. Tambahan modal yang sangat nyaman bagi perusahaan. Berbeda dengan pinjaman bank yang memiliki tempo dan bunga, tambahan modal dari IPO tidak ada biaya bunga dan tidak ada jatuh tempo pembayaran pokok. Karena memang dana tersebut bukanlah sebuah hutang.
Setelah proses IPO berhasil, maka sekarang PT Tiperin sudah menjadi sebuah perusahaan terbuka (go public) dan namanya pun berubah menjadi PT Titipan Percetakan Indonesia, Tbk dan sudah listing pada BEI dengan kode emiten “PRIN”. Tentunya, selain keuntungan memperoleh modal dana segar, PT Tiperin mulai saat ini harus menjalankan usahanya dengan lebih profesional karena ia sudah menjadi perusahaan yang go public. Diantaranya: menyediakan laporan keuangan yang transparan dan diaudit oleh Kantor Akuntan Publik, melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik / Good Corporate Governance (GCG), dll.
Keuntungan menjadi pemilik saham
Para investor yang sudah membeli saham pada saat IPO, saat ini secara elektronik sudah tercatat sah memiliki sebagian perusahaan dalam persentase tertentu tergantung dari seberapa banyak jumlah saham yang telah dibeli. Para pemegang/pemilik saham tentunya berpotensi untuk memperoleh 2 keuntungan yaitu potensi mendapatkan dividen dan potensi capital gain.
Ketika kedepannya perusahaan berhasil mencetak laba, maka para pemilik saham berhak untuk mendapatkan keuntungan pembagian dividen yang jumlahnya akan ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Biasanya, dividen yang akan dibagikan ditentukan dalam bentuk sejumlah Rupiah tertentu per lembar saham (misalnya Rp 30 per lembar saham, Rp 50 Rupiah per lembar saham, dll). Sehingga semakin banyak jumlah ‘lembar’ saham yang dimiliki oleh seorang investor, maka semakin banyak pula potensinya atas jumlah dividen yang diperoleh. Lazimnya, dividen dibagikan dalam kurun waktu setahun sekali.
Lain halnya dengan capital gain. Seorang investor juga bisa memperoleh keuntungan ketika ia menjual kembali saham yang ia miliki pada pasar sekunder. Sesuai contoh di atas, bayangkan jika Bro membeli 1 juta lembar saham PRIN pada IPO dengan total nominal sebesar Rp 1 Miliar (pada harga Rp 1.000,- per lembar). Karena reputasi perusahaan PRIN semakin bagus (indikatornya media memberitakan hal-hal yang baik tentang PRIN), sehingga saat ini nilai saham PRIN pada pasar sekunder menjadi melonjak ke angka Rp 1.100,- per lembar. Sehingga jika Bro menjual saham PRIN yang telah dimiliki, maka Bro akan memiliki keuntungan Rp 100 juta dari selisih harga yang diperoleh ketika pembelian dengan harga yang diperoleh ketika melakukan penjualan. Jika Bro melakukan aktivitas ini berulang-ulang, maka inilah yang dinamakan dengan aktivitas trading saham atau main saham.
Menjadi kaya raya dari trading saham, sekedar angan-angan ataukah kenyataan?
Jawabannya bisa iya atau bisa tidak. Jika Bro bisa tepat menganalisa kinerja dari perusahaan yang ingin kita beli sahamnya, maka bisa jadi Bro menjadi kaya raya dari aktivitas trading saham. Namun sebaliknya jika Bro tidak memiliki pengetahuan yang cukup, maka trading saham bisa menjadi aktivitas yang sangat berisiko di mana Bro bisa kehilangan uang dalam jumlah yang sangat besar.
Jalan tengah
Menurut saya, trading saham bukanlah sebuah aktivitas yang disarankan. Terutama untuk Bro yang tidak memiliki dana yang cukup untuk ‘berbelanja’ saham. Terlebih lagi jika dana yang Bro pakai adalah dana pinjaman/hutang bank saya sarankan agar Bro menghentikan aktivitas tersebut. Apalagi jika dilihat dari perspektif agama, trading saham menurut saya sangat riskan mengandung unsur judi yang dilarang oleh agama.
Melihat substansi dari saham seperti yang telah saya uraiakan pada permulaan artikel ini, saham sejatinya adalah kepemilikan modal seseroang atau suatu pihak pada suatu perusahaan. Sehingga sejatinya memiliki saham adalah sama dengan memiliki sebuah perusahaan, sesuatu yang baik. Namun, tanpa perlu Bro terlibat dalam operasional perusahaan sehari-hari; Bro sudah memiliki perusahaan tersebut! Istimewa nggak kalau seperti itu? Bro memiliki potensi memperoleh keuntungan dari dividen yang dibagikan apabila perusahaan bisa menghasilkan keuntungan.
Sehingga jalan tengah yang saya sarankan adalah dengan investasi saham. Yaitu, membeli saham-saham perusahaan/emiten pilihan yang kita proyeksikan memiliki prospek yang bagus dan cerah. Sehingga portofolio saham yang kita miliki bisa memaksimalkan potensi perolehan dividen kedepannya. Tapi ingat, sekali lagi investasi lhoh ya, bukan trading, yaitu beli saham secara sengaja buat dijual kalau harganya naik. Menurut saya hal ini lebih sejalan dengan kampanye Yuk Nabung Saham yang dilakukan oleh IDX sejak akhir tahun 2015.
Semoga Bro bisa bertambah pemahamannya melalui tulisan artikel ini. Silahkan Bro post komentar pada kolom komentar di bawah.
Salam logis bro!